Bagian 122.


Book bergegas melangkahkan sepasang kakinya ke luar ketika mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya. Sesuatu dari dalam dirinya meledak-ledak ketika irisnya menangkap sosok lelaki yang baru saja turun dari motornya.

“Hai, Book!” Sapa lelaki itu dengan senyuman lebarnya. Yang baru saja selesai mengunci rumah hanya tersenyum kikuk, lalu berjalan ke arah lelaki itu. “Nunggu lama, ya? Maaf tadi ibu nyuruh beli roti dulu.”

“Enggak apa-apa, kok! Aku juga barusan aja selesai pakai baju rapi dan beres-beres.” Sahut Book seraya melempar senyumnya untuk Force.

Dusta.

Padahal Ia telah rapi dan mondar-mandir menunggu Force di dalam rumah sejak 30 menit yang lalu.

“Cakep banget, deh.” Force berkata setelah memindai penampilan Book hari ini. Tangannya refleks terulur untuk menyentuh helaian rambut lelaki itu. “Berangkat sekarang, yuk?”

Force tidak tahu seberapa besar pengaruh dari tindakan kecilnya itu. Dunia Book mendadak seolah berhenti berputar dan jantungnya berdegup kencang ketika Force menyentuh helaian rambutnya. Sepasang matanya membola dan wajahnya memerah.

Namun, dengan cepat Ia menunduk untuk menghindari kontak mata dengan Force. Lidahnya seolah kelu untuk sekadar menjawab perkataan Force, hanya mengangguk pelan.

Book pikir setelah ini jantungnya akan berdetak dengan normal, tetapi pada detik selanjutnya Ia merasa jika rona merah yang tadi sempat mampir di wajahnya kini menjalar hingga ke telinga.

Seorang Force Jiratchapong meraih helm berwarna cokelat muda yang berada di genggaman Book, lalu tanpa permisi memakaikan helm itu di kepalanya. Senyuman yang akhir-akhir ini mampir dalam mimpi indah Book tidak sedetikpun lepas dari wajah tampannya.

“Nah, beres. Yuk, naik!”

Sial, sial. Apakah rumah sakit menerima pasien yang jantungnya berdegup dengan kencang karena jatuh cinta?