Bagian 148.

Langkah Force terhenti ketika sosok yang berjalan di belakangnya itu tiba-tiba menarik dan menggenggam erat ujung bajunya. Kepalanya tertunduk dan sepasang matanya melirik kesana-kemari.

Force hanya tertawa kecil ketika Book terlihat gugup. Sedikit ragu, Ia menyentuh punggung tangan Book dan mengelusnya pelan supaya lelaki itu lebih tenang.

“Ibu enggak galak, kok. Serius.”

“Bukan,” Book membasahi bibirnya sekilas sebelum menghela nafas dengan panjang. “Takut salah tingkah.”

Karena wajah Book tampak benar-benar gugup, akhirnya Force menemaninya untuk duduk di teras sejenak. Berusaha untuk meyakinkan lelaki itu jika Ia tidak perlu gugup.

Book sendiri tidak tahu apa yang membuatnya gugup setengah mati seperti ini. Entah karena saat ini Ia tengah menginjakkan sepasang kakinya di rumah penulis buku kesukaannya atau karena saat ini Ia tengah menginjakkan kaki di rumah sosok yang membuatnya jatuh cinta.

“Jiratchapong Srisang!”

Keduanya tersentak dari lamunan ketika pintu terbuka lebar, seorang wanita paruh baya berparas ayu berdiri setelah menyerukan nama anaknya. Book nyaris menganga, mengerti darimana Force mendapatkan wajah nyaris sempurna itu. Ibunya sangat cantik apalagi ketika dilihat dari jarak sedekat ini.

“Kebiasaan ya kamu kalau temannya datang enggak langsung diajak masuk. Ibu udah tunggu dari tadi.” Ibunya menatap tajam ke arah Force yang kini tengah memajukan bibirnya ketika mendengar omelan wanita itu.

Sepersekian detik, wanita itu menoleh ke arah Book dan memberikan tatapan hangat. “Book Kasidet, ya? Yang waktu itu diceritain Force, kan?”

Book lekas berdiri dan tersenyum manis, menyalami tangan wanita cantik itu dan mengangguk.

“Selamat siang, tante. Maaf ya, saya tiba-tiba datang dan enggak bawa apa-apa. Lain kali, saya bawain sesuatu.” Book menggigit bibir bawahnya sekilas sebelum melanjutkan perkataannya. “Tante, saya suka banget sama tulisan-tulisan tante. Jujur, sekarang saya deg-degan banget masih enggak nyangka bisa berhadapan sama penulis hebat.”

Wanita itu tertawa, tawanya persis dengan tawa Force, lalu mengusap surai kecoklatan Book dengan lembut. “Terimakasih ya sudah suka tulisan saya. Saya senang sekali waktu Force cerita tentang kamu. Nah, nanti kita makan siang bareng ya? To break the ice, kalau kata orang-orang.”

Force sejak tadi diam, hanya tersenyum memperhatikan interaksi ibunya dan Book. Ia dapat melihat dengan jelas betapa bahagianya seorang Book Kasidet saat ini. Sepasang matanya berbinar kagum, menatap ibunya.

“Oh iya, panggilnya ibu aja supaya enggak canggung.” Ucap Ibu Force seraya menggandeng tangan Book. “Yuk, masuk! Kita masak-masak bareng ya.”