Bagian 78.


Book mengistirahatkan kepalanya di atas meja perpustakaan, tidak berniat untuk melanjutkan buku yang tengah Ia baca sementara seorang sahabatnya yang bernama Mix tengah sibuk menggulirkan jemarinya pada layar ponsel.

“Lo lagian kenapa gak bilang kalau udah keluar dari satu jam yang lalu, sih? Jadi nunggu lama begini.” Protes Mix dengan suara pelan.

“Ya biar kesannya gue enggak terlalu nungguin dia gitu, lah. Enggak enak kalau dia mikir kalau dia bikin gue nunggu lama.” Jawab Book.

Tadinya, Mix memang ingin menunggu Book yang telah membuat janji dengan Force untuk bertemu di depan perpustakaan fakultasnya.

Namun, antusias dan rentetan kata untuk menggoda Book menguap begitu saja ketika waktu terus berjalan. Kelas mereka seharusnya memang selesai pada pukul dua belas siang, tetapi dosen mereka tengah terburu-buru dengan agendanya sehingga kelas harus diakhiri satu jam lebih cepat.

Mix bergeser lebih dekat ke arah Book yang terlihat bosan dan sedikit gelisah. Maklum, baru pertama kali jatuh cinta.

“Lo daripada bengong terus kesambet, mending temenin gue nonton video lucu.” Ucap Mix seraya menaruh ponselnya di bagian tengah. Book mulai menaruh perhatiannya pada layar ponsel Mix, keduanya tertawa diam-diam ketika menonton video lucu yang bertebaran di linimasa twitter Mix.

Sampai mereka berhenti di salah satu video yang membuat Mix tidak dapat menahan tawanya. Ia tertawa sangat keras hingga semua orang yang berada di dalam perpustakaan menoleh ke arah mereka. Sebagian ikut menertawakan, sebagian lagi menyuruhnya diam.

Mix mengubur wajahnya di tumpukan buku yang Book bawa ke meja mereka sementara Book sibuk mengomelinya dengan berbisik.

“Mix ih jelek banget ketawanya, lihat tuh pada lihat ke sini semua!” Book merajuk, bibirnya maju satu senti dan tangannya memukul pelan bahu sang sahabat yang masih sibuk menahan tawa.

“Aduh, sumpah maaf.” Mix berusaha untuk mengusir bayangan video lucu itu dari benaknya, lalu menghela nafas panjang dan mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari distraksi supaya perutnya tidak sakit karena terlalu banyak tertawa.

“Eh, itu Force bukan, sih?”

Book sontak menoleh ke arah yang Mix tunjuk, di depan pintu masuk. Pintu masuk dan bagian depan perpustakaan memang terbuat dari kaca sehingga aktivitas di dalam akan terlihat dari luar, begitupun sebaliknya.

“Eh, iya…”

Mix mendorong bahu sahabatnya seraya tersenyum, menyuruhnya untuk segera bergegas menghampiri sang asisten sutradara klub teater kebanggaan universitas.

Tanpa disuruh dua kali, Book segera bangkit dari duduknya dan melangkah ke arah luar perpustakaan. Ia mengepalkan tangannya sejenak untuk menetralkan detak jantungnya ketika melihat wajah Force.

“Eh, halo Force?”

Book menyapanya dengan ragu, sedikit memutar otaknya untuk mencari jawaban apabila Force bertanya berapa lama Ia menunggu.

“Book!” Sapa Force seraya menepuk bahu teman barunya itu. “Udah nunggu lama, ya? Maaf gue tadi ke klub bentar.”

Lelaki yang memakai sweater berwarna biru langit itu menggeleng dengan cepat. “Enggak, kok. Ada Mix di dalam. Aku tadi mau ke kamar mandi, eh ternyata ketemu Force di sini.”

Dusta.

Padahal Ia sudah ke kamar mandi sebelum menjejakkan kakinya di perpustakaan.

Force tertawa pelan, senyum tidak pernah luntur dari wajah tampannya itu. Hal itulah yang membuat Book mati-matian menahan untuk tidak terlalu lama menatap wajah Force. Jantungnya bertalu-talu tidak karuan.

“Oh iya, gue bawain ini.” Force mengulurkan bungkusan yang Ia bawa. Book tidak menyadari jika sejak tadi lelaki itu menggenggam kantong plastik berwarna putih dengan logo yang tampak familiar baginya.

Pemuda itu terdiam sesaat ketika Force memberikan sesuatu untuknya sebelum Ia menerima bungkusan itu dengan sedikit ragu. “Eh, makasih banyak ya. Jadi ngerepotin begini.”

'Oh, ini kan nasi padang yang waktu itu aku makan bareng Force waktu keliling klub…' batin Book dalam hati.

“Gue enggak tau kalau lo ternyata sama Mix. Kalau dia mau gue ambilin juga ke klub,” ucap Force seraya melirik sekilas ke dalam perpustakaan.

Book tersenyum senang, kemudian menggelengkan kepalanya. “Enggak apa-apa, kok! Nanti biar aku bagi dua sama Mix. Isinya kan banyak.”

Force mengusap tengkuknya sesaat, lalu terkekeh. “Kebetulan dong itu isinya ada dua. Kayaknya cukup buat dimakan berdua. Kalau kurang bilang aja ya, masih banyak di klub.”

“Iya, Force! Sekali lagi makasih banyak, ya. Jadi dapat makan siang gratis gini,” Book sedikit menggoyangkan kantong plastik yang Ia genggam dengan erat. “Emang isinya apa, sih? Kok ada dua? Banyak banget…”

“Telur balado!”

“Eh, ternyata waktu itu Force nanya aku suka telur balado atau enggak tuh karena konsum Rhetorical hari ini telur balado, ya?”

“Hehe, iya…”

DUSTA.