LATIBULE : BAGIAN 10

Kala itu, rumah mereka sontak menjadi ramai. Bukan karena ada tamu yang datang melainkan sorakan dari Nata dan Nara yang diterima di sekolah yang sama. Salah satu sekolah menengah atas terbaik di kota tempat mereka tinggal.

Sesuai janji, Force langsung memesan tiket berlibur dan menginap di villa dekat pantai yang selama ini berada di urutan pertama daftar destinasi wisata impian kedua anaknya. Tanpa ragu membuat reservasi selama empat hari tiga malam sebagai bentuk apresiasi terhadap kerja keras Nata dan Nara.

Di hari pertama, semuanya berjalan sangat menyenangkan. Mengelilingi sekitar villa dan mengambil banyak potret keluarga kecil mereka serta pemandangan indah tempat itu. Book berkata jika lebih baik mereka bermain di sekitar pantai pada hari kedua supaya mereka tidak terlalu lelah.

Pada hari selanjutnya, Force mulai merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Book. Suaminya itu banyak diam, bahkan tidak jarang pula Ia mendapati sang suami melamun. Wajahnya terlihat sedih.

Tentu saja Force merasa sangat khawatir. Pandangannya tidak dapat terlepas dari sang suami barang sedetikpun. Bahkan ketika mereka mulai menyisir sepanjang pantai. Force sempat berpikir jika Book sedang tidak enak badan, tetapi suaminya itu berkata jika dirinya baik-baik saja.

Force memutuskan untuk percaya dengan perkataan sang suami. Berpikir jika mungkin Book hanya kelelahan setelah perjalanan mereka yang cukup panjang ditambah Ia sempat lembur demi mendapatkan cuti lebih awal.

Namun, di hari selanjutnya, ekspresi sedih itu tidak kunjung pergi dari wajah Book. Ketika mereka berkunjung ke pulau seberang menggunakan perahu dan menjelajah desa wisata di sana, Force terus memerhatikan wajah suaminya yang kian sendu.

Lelaki itu memutar otaknya, berpikir bagaimana cara untuk mengajak sang suami berbicara tanpa membuat kedua anaknya ikut khawatir. Ketika Nata dan Nara mencoba untuk berenang di tepi pantai dengan dua orang penjaga profesional, Force mengajak Book untuk duduk di bawah pohon kelapa di tepi pantai.

“Sayang, kamu dari kemarin kayak gini, loh.” Lengannya melingkar di kedua bahu Book, sementara bahunya menjadi tempat bersandar kepala sang suami. “Cerita sama aku ya, mumpung anak-anak lagi pada main. Kamu kenapa?”

Book semakin mendekat ke dalam rengkuhan suaminya, menyamankan posisinya sebelum Ia mulai bersuara selagi sepasang matanya menatap ke arah depan. Ke arah kedua anaknya yang sedang tertawa dengan rumput laut di tangan mereka.

“Aku senang banget karena mereka bisa masuk sekolah impian mereka. Aku senang banget waktu kemarin mereka fitting seragam.” Jemarinya bermain di kemeja oranye sang suami. “Tapi, aku juga sedih. Kenapa mereka cepat banget besarnya, ya? Aku rasanya agak nggak rela. Aku belum siap lihat mereka makin besar, terus jauh dari aku. Aku masih mau peluk mereka sebelum tidur.”

Force tersenyum tipis, akhirnya mengerti penyebab dari kesedihan yang tiba-tiba singgah di hati dan pikiran suaminya. Akhirnya mengerti tentang alasan mengapa sang suami tampak tidak betah ketika mereka sedang fitting seragam Nata dan Nara tempo hari. Ternyata, suaminya itu merasa sedikit tidak rela untuk melihat kedua anaknya beranjak dewasa.

Maka, Ia eratkan pelukannya dan beri elusan lembut sebagai penenang pada punggung sang suami. Satu kecupan mendarat di pelipis sebelum Ia mulai berbicara untuk mengusir kesedihan yang singgah.

“Rasanya baru kemarin ya mereka pegang satu jari kamu dengan genggaman penuh dan sekarang mereka tingginya udah hampir melebihi kamu,” Force terkekeh pelan sementara tangannya tidak berhenti memberi elusan. “Sayang, aku ngerti perasaan kamu. Pasti nggak rela ya lihat mereka tiba-tiba udah besar kayak begini? They will be adults eventually and we definitely can't escape from this phase.”

Force dapat mendengar dengan jelas helaan nafas berat Book, tanda jika lelaki yang sedang berada di dalam pelukannya itu tengah menahan tangis.

But, no matter how big they will be, they will always be our little boys. Nata sama Nara tau kalau selamanya mereka tetap akan jadi anak kecil di mata kita. Bukan dalam artian kita akan selalu treat mereka kayak anak kecil, tapi rasa sayangnya. The love still remains the same. Mau tumbuh sedewasa apapun mereka, rasa sayang kita tetap sama dengan sewaktu mereka masih kecil dan nggak akan pernah berubah.”

Pelukan keduanya semakin mengerat satu sama lain.

“Jadi, jangan khawatir dan terlalu dipikirin, ya? Kamu harus percaya kalau mereka juga akan selalu sayang sama kamu sampai kapanpun. Aku sayang sama kamu. Nata dan Nara sayang sama kamu. Kamu nggak akan pernah sendirian, sayang.”