LATIBULE : BAGIAN 8.2

Ternyata, selain flu dan batuk, asumsi buruk juga dapat menular walaupun hanya melalui pesan di layar ponsel. Nara yang awalnya hanya lelah karena latihan basket, kini merasa pusing karena memikirkan perkataan Nata.

Ditambah lagi, atmosfer di dalam mobil papa terasa beda. Nara tahu jika dua hari yang lalu papa baru saja membetulkan pendingin mobil, tetapi Nara tidak pernah berpikir jika suasananya akan sedingin ini.

Biasanya, papa sering menggoda Nara dan anak bungsunya itu akan menggerutu, mengancam akan mengadukannya ke papi. Namun, hari ini papa tampak hanyut dalam pikirannya sendiri.

Nara berdeham sesaat sebelum pura-pura sibuk mengibaskan baju basket yang dipakainya. “Keringetan banget nih, pa. Bau nggak, sih? Mobilnya habis dicuci ya kemarin?”

Papa terkekeh pelan sebelum mengangguk, pandangannya tetap lurus ke depan ke arah jalanan. “Iya, kemarin habis dicuci. Tapi, nggak apa-apa. Namanya juga habis olahraga pasti bau keringat.”

Setelahnya hening lagi. Nara merutuki dirinya sendiri di dalam hati kenapa Ia sulit sekali untuk membuka pembicaraan. Sifatnya yang satu ini persis sekali dengan sifat papi. Keduanya lebih pintar memosisikan diri sebagai pendengar, sementara papa dan Nara selalu mengambil posisi sebagai sosok yang punya segudang topik pembicaraan.

Akan tetapi, jika sosok yang punya peran itu sekarang hanya diam dan hanyut dalam pikirannya sendiri, apa yang harus Nara lakukan?

“Pa, udah makan?”

Hanya pertanyaan itu yang terlintas di dalam kepala Nara. Papa menggeleng sebelum senyuman lebar serupa rubah akhirnya mampir di wajah lelaki itu. Nara merasa lega. Akhirnya, papa tersenyum seperti itu lagi.

“Belum. McDonald's, yuk?”

Nara mengangguk dengan semangat.